Pada zaman dahulu kala, terdapat
sebuah desa bernama Desa Bahagia. Desa Bahagia adalah desa memiliki panen padi
dan buah-buahan terbesar dibanding desa-desa yang lain.
Aku
dan keluargaku baru pindah ke Desa Bahagia. Di desa ini, hampir semua
penduduknya merasa bahagia. Tak ada satupun penduduk yang mengalami rasa sedih.
Kata nenek, desa ini memiliki rahasia dibalik rasa bahagia yang penduduk miliki.
Aku masih terlalu kecil untuk mengerti semuanya, ujar nenek beberapa hari yang
lalu.
Aku
memiliki adik bernama Ami. Kami selalu bersama kemanapun dan kami selalu
bermain bersama. Ami saudara sekaligus sahabat bagiku. Suatu hari,
“SANIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII, ayo kita pergi ke sawah untuk mencari keong”
teriak Ami dari luar rumah. Aku pun segera berlari menghampirinya, sambil
membawa ember untuk tempat keong berada. Lalu kami berjalan menuju sawah
bersama.
Disaat
aku dan Ami mencari keong, tiba-tiba datang seorang kakek tua berjalan
mendekati kami. Kakek tua itu tiba-tiba berbicara kepada kami, “Dimana aku
berada saat ini? Tanya kakek tua tersebut. Aku pun menjawab, “Kakek sedang
berada di Desa Bahagia”. Kakek tua itu pun bertanya kembali, “Mengapa dinamakan
Desa Bahagia? Apakah semua penduduk di desa ini bahagia?”. Ami yang sedari tadi
asik mencari keong tak menyadari kehadiran kakek pun langsung menjawab, “Iya
semua penduduk di desa ini merasa bahagia, kami tak tahu mengapa dinamakan Desa
Bahagia”.
Lalu
kakek itu berjalan meninggalkan kami. Beberapa hari setelah kejadian itu,
ternyata kakek itu adalah penduduk baru di Desa Bahagia. Ternyata kakek itu
bernama Kakek Goro. Kakek Goro jarang keluar rumah.
Saat
itu sedang panen pepaya. Aku dan Sani ditugaskan oleh ibu dan ayah untuk
membagikan kepada tetangga termasuk ke Kakek Goro. Kami pun mengetuk pintu
rumah Kakek Goro. Ternyata Kakek Goro sedang duduk menyendiri di dalam rumahnya
yang gelap. Aku dan Sani pun diizinkan masuk oleh Kakek Goro. Aku menyampaikan
bahwa ada titipan dari ibu dan ayah untuk Kakek Goro. Kakek Goro terlihat
tersenyum, namun tiba-tiba Kakek Goro menitikan air mata. Lalu kami menanyakan
kepada kakek apa yang sedang terjadi.
Kakek
Goro pun mulai bercerita, “Kakek dulu tinggal di Desa Jambu. Kakek tinggal
bersama dengan keluarga, namun karena bencana banjir yang menimpa desa
tersebut, Kakek dan keluarga terkena dampak banjir. Anak dan istri kakek
tertimpa penyakit hingga mereka meninggal dunia. Hingga Kakek Goro tinggal
seorang diri, lalu Kakek Goro pindah ke Desa Bahagia dan berharap menemukan
kebahagiaan”. Aku dan Sani pun segera berpamitan kepada Kakek Goro. Dan mulai
memikirkan rencana agar Kakek Goro merasa bahagia.
“Sani,
apa yang harus kita lakukan?” tanya Ami padaku. “Hmm, aku pikirkan dulu ya, Mi”
jawab ku. Beberapa hari kemudian, kami pun mengumpulkan penduduk Desa Bahagia
didepan rumahnya Kakek Goro. Kami membawa hasil panen buah-buahan kami. Ketika
Kakek Goro keluar rumah, Kakek Goro bingung mengapa ada banyak penduduk didepan
rumahnya. Kami pun menjelaskan bahwa kita semua ingin mengadakan acara makan
bersama Kakek Goro dengan hasil panen yang kita miliki. Kakek Goro pun
mengangguk dan tersenyum tanda setuju.
Siang
itu, semua penduduk termasuk Kakek Goro terlihat sangat bahagia. Kakek Goro pun
menghampiri aku dan Ami lalu berterimakasih kepada kami, Kakek Goro tidak
merasakan kesepian yang kemarin ia rasakan.
Akhirnya,
kakek Goro pun mulai tinggal di Desa Bahagia dengan keadaan bahagia, ia pun
sibuk dengan kebahagiaan yang ia telah lama tak rasakan. Ia mulai menyapa semua
penduduk dengan hangat.
Kesimpulan: Kebahagian yang abadi
itu bukan terletak dari banyaknya harta atau kekayaan yang dimiliki, tapi
kebahagiaan yang abadi itu terletak didalam hati.
---------------------------------
26 Maret 2016
Cerpen lama yang baru dibuka kembali. ☺
Komentar
Posting Komentar